2/7/17

BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP HASIL KOMUNIKASI KITA

☕🍪 _cemilan rabu #2_ 🍪☕

*BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP HASIL KOMUNIKASI KITA*

Bulan ini bagi teman-teman yang sudah bisa menyelesaikan tantangan 10 hari, akan mendapatkan badge yang bertuliskan

_I'm responsible for my communication result_

Artinya apabila hasil komunikasi kita dengan pasangan hidup, dengan anak-anak, dengan teman-teman di komunitas, rekan kerja dan masyarakat sekitar kita, tidak sesuai harapan, maka jangan salahkan penerima pesan, kitalah yang bertanggung jawab untuk mengubah strategi komunikasi kita.

Contoh kasus saya pernah jengkel dengan assisten rumah tangga saya yang biasa dipanggil budhe. Berkali-kali diberitahu cara setrika yang benar, tapi hasilnya selalu salah.

Kondisi seperti ini biasanya akan menyulut emosi kita ke penerima pesan.

Maka saya harus segera mencari orang ketiga untuk cari solusi lain.

Saya ceritakan kondisi ini ke pak dodik, beliau hanya menjawab simple

"Kalau sekali saja diberitahu langsung paham, maka budhe itu sudah pasti jadi manager sebuah bank, bukan kerja di rumah ini"

(😀 beginilah salah satu gaya komunikasi pak dodik)

Hmmm....sayalah yang harus mengubah strategi komunikasi saya, artinya gaya komunikasi saya tidak tepat saat itu, bukan salah budhe.

Akhirnya ketemulah pola, kalau berkomunikasi dengan budhe harus diberi contoh, tidak hanya diberitahu lewat omongan saja.

Ini baru satu contoh komunikasi kita dengan assisten rumah tangga, belum lagi kasus komunikasi kita dengan ibu kita atau dengan ibu mertua kita, pasti makin kompleks. Dan yakinlah semua itu membuat kita makin terampil berkomunikasi, selama kita tidak menyalahkan hasil komunikasi kepada orang yang kita ajak bicara.

_There is NO failure, only WRONG RESULT, so we have to CHANGE our strategy_

Tidak ada kegagalan berkomunikasi itu yang ada hanya hasil yang berbeda, tidak sesuai harapan, untuk itu segera ubah strategy komunikasi anda.

Ingat satu hal ini, pada dasarnya kebutuhan manusia yang paling dalam adalah keinginan agar perasaannya didengar, diterima, dimengerti dan dihargai. 

Jadi dalam komunikasi, kita perlu meningkatkan kemampuan kita dalam mencoba memahami perasaan orang lain, apakah itu teman, pasangan hidup, rekan kerja, atasan, anak atau siapapun juga yang menjadi lawan bicara kita. 

Untuk anak-anak, seringkali mereka belum mampu untuk mengatakan apa yang mereka rasakan, bisa jadi karena perbendaharaan kata mereka yang belum banyak. 

Maka mereka akan menggunakan bahasa tubuh bahkan jauh ketika mereka belum pandai berbicara. 

Sebagai orang tua maka kita harus meningkatkan kepekaan kita dalam menangkap makna dibalik bahasa tubuh dan perasaan apa yang mendasari sehingga kita bisa memahami perasaan yang ingin disampaikan si anak. 

Rasa kurang percaya diri biasanya muncul karena kita “menidakkan perasaan” sehingga lawan bicara menjadi bingung, kesal, tidak mengenali perasaannya sendiri akhirnya tidak percaya pada perasaannya sendiri.

Jadi ingat dialog saya dan ibu waktu kecil

Saya : “Ibu, aku benci sama pak Guru. Tadi aku dimarahi di depan kelas”

Ibu : “Pasti kamu melakukan kesalahan makanya pak Guru marah sama kamu. Tidak mungkin kan pak Guru tiba-tiba marah”

Kalimat itu membuat saya jengkel sekali karena ibu seakan-akan justru membela pak guru dan otomatis menyalahkan saya.

Padahal saya hanya ingin di dengarkan. Sehingga kalimat

"Mbak jengkel banget ya sama pak guru, sini duduk sebelah ibu, minum teh hangat, dan mbak lanjutkan ceritanya"

Selamat melanjutkan tantangan komunikasi anda, jangan pernah menyerah walau kadang anda merasa lelah.

Salam Ibu Profesional,

/Septi Peni/

Sumber bacaan :

Pengalaman pribadi dalam menghadapi tantangan komunikasi sehari-hari

No comments:

Post a Comment