3/30/17

"Prepare Our Rice for Dinner" Tantangan Day 5 My Family My Team (evaluasi)

Bismillahirrahmanirrahim,

Semalam setelah proyek masak nasi untuk makan malam selesai dilakukan Fikriy, reaksi pertama begitu indikator cook selesai, buru-buru minta lihat ke dalam isi rice cooker. Penasaran seperti apa bentuknya. Nah karena beras mentah diambil sendiri, kemudian dicuci, dimasukkan dan ditambahkan air oleh Fikriy, begitu melihat hasil beras menjadi putih dan gendut, dia cuman bisa komentar, "Ummi, kenapa berasnya jadi gemuk?" hihihi. Sorenya kami makan nasi bersama dengan dede, sambil saya apresiasi di depan fikriy dan Dede, ini berasnya Mas lho yang masak tadi. Dan langsung lucu deh ekspresinya Fikriy kalau dipuji begitu, tersenyum malu-malu simpul.

Kemudian pagi ini, air sisa beras yang selalu saya tampung untuk menyiram bunga, dipakai lagi oleh Fikriy untuk menyemprot anggrek dan tanaman lainnya. Semuanya bermanfaat insyaallah ya :)

Setiap hari sekarang jadi selalu muncul pertanyaan, ummi hari ini kita ngapain lagi? Serunya kalau bikin proyek proyek keluarga yang melibatkan semua anggota keluarga. Belum punya ide? Jangan khawatir, coba ditanyakan kepada anak-anak kita, biasanya mereka punya banyak ide yang kadang tak terpikirkan oleh kita :)

"Prepare Our Rice for Dinner" Tantangan Day 4 My Family My Team (Pelaksanaan)

Bismillahirrahmanirrahim,

Proyek keluarga hari ini adalah Prepare our rice for dinner. Salah satu kriteria proyek keluarga adalah simple dan menyenangkan, nah sekalian deh latihan motorik halus menggenggam beras dan tak perlu khawatir jadi mubazir karena dilempar anak-anak, hihihi.

Step-step dan persiapan bahan untuk proyek kedua kali ini juga sangat simple, memerlukan beras, air untuk mencuci beras, dan wadah untuk mencuci beras. Untuk mempermudah, semuanya dilakukan di lantai dapur, soalnya tinggi Fikriy belum sampai kalau mencuci di bak cucian piring.

Peran ummi, memberikan instruksi step by step, dan sisanya alhamdulillah Fikriy bisa mengikuti dengan baik. Peran dede adalah pelengkap penderita haha, tadi sih dede ikut sesekali mencoba mencuci beras. Dan insyaallah untuk nanti malam, kami akan makan beras yang disiapkan Fikriy.

Sengaja ummi rekam buat kenangan Fikriy masak nasi hihi. Ntar kapan-kapan belajar masak pakai kukusan yaa, Mas!

3/27/17

"Jelly untuk Om dan Tante Kesayangan Fikriy" Tantangan Day 3 My Family My Team (paska Pelaksanaan)

Bismillahirrahmanirrahim,

Hari ini ummi mencoba mengaplikasikan mastermind alias ngobrol santai dengan fikriy tentang perasaannya dalam melaksanakan proyek pertama. Walaupun cerita sukses proyek sangat ingin ummi dengar , namun kenyataannya berkata sebaliknya. Fikriy tidak menyelesaikan secara sempurna waktu membuat Jelly untuk Om dan Tante nya kemarin.

Setelah diajak ngobrol santai, jawaban Fikriy tetap konsisten dan tidak banyak. Dia bilang kalau Jelly nya tidak bisa dicetak karena fikriy sedang makan coklat. Walaupun senang menyiapkan bahan dan peralatan, namun fokus anak-anak memang tidak bisa dialihkan dengan begitu gampang jika ter-distract.

Ini menjadi catatan evaluasi khusus buat ummi untuk menyiapkan proyek selanjutnya! Bahwa cara berpikir seorang anak balita masih sederhana, sesederhana bahwa fikriy lagi makan coklat jadi tidak mau diganggu apalagi disuruh cetak Jelly yang akan menyita waktu.

Namun, pada saat kami di perjalanan menuju rumah Om dan tantenya dari Kemang, mereka berdua yang menghabiskan waktu di taman bermain terlihat lapar. Nah kebetulan Jelly nya, ummi bagi dalam beberapa wadah. Dede sendiri terus menerus minta Jelly nya agar dibuka, sementara fikriy bersikukuh bahwa itu untuk Om dan tantenya. Jadi terlihat ownership yang cukup tinggi dari fikriy, bahwa dia terlibat dan bertanggung jawab sehingga Jelly tersebut sampai dan dimakan oleh Om dan tantenya. Untuk menghindari rebutan di mobil, akhirnya ummi jelaskan bahwa masih ada satu wadah besar lagi yang bisa disimpan untuk Om dan Tante, sementara satu wadah yang kecil tidak apa apa jika dimakan duluan.
Lucunya, fikriy konsisten tidak mengambil satupun dari Jelly yang ada di kotak makan hihi. Jadi deh dihabiskan oleh dede.

Setibanya di rumah Om dan Tante, ummi langsung mengapresiasi dengan menyebutkan bahwa fikriy memiliki oleh-oleh dari rumah yang sudah disiapkan untuk dimakan. Kelihatan sekali fikriy malu malu ketika ditanya dan dipuji oleh kedua Om dan tantenya. Hihi, ekspresinya sayang tidak sempat terekam kamera. Alhamdulillah, akhirnya proyek pertama kami boleh dikatakan cukup berhasil dengan beberapa catatan. Terima kasih anak-anak!

3/26/17

"Jelly untuk Om dan Tante Kesayangan Fikriy" Tantangan Day 2 My Family My Team (Pelaksanaan)

Bismillahirrahmanirrahim,

Pagi ini dimulai dengan sedikit drama ketika ummi sedang bersiap untuk ke mesjid sementara Mas Fikriy yang seharusnya tinggal di rumah bersama dede dan Ayah berkeras untuk ikut. Namun ketika akan mandi pagi, yang mungkin memang terlalu cepat jaraknya dari saat mata terbuka hingga terkena guyuran air pagi yang dingin, Fikriy akhirnya tantrum deh huhuhu. Namun alhamdulillah dengan upaya mempraktikkan komunikasi produktif yang masih patah-patah, akhirnya emosi Fikriy bisa mereda dan siap untuk berangkat bersama ummi.

Hari ini adalah jadual proyek menyiapkan jelly yang akan dibawa ke rumah Om Koko dan Teyu. Namun plan yang sudah disusun rapi semalam pada pelaksanaannya sedikit banyak bergeser. Selepas pengajian, ummi dan Ayah masih perlu berkemas untuk menghadiri acara kopdar di Kemang. Namun kami menyadari akan tiba di sana dengan sangat terlambat melihat kondisi domestik yang belum selesai (baca : tumpukan cucian kotor, menyiapkan makanan anak-anak, menunggu ayah mandi, dan sederet panjang daftar lainnya yang masih menanti untuk diselesaikan).

Alhamdulillah, di antara kejar-kejaran waktu tersebut, ummi teringat proyek jelly yang harus dikerjakan oleh Fikriy. Apakah berjalan dengan lancar sesuai rencana?

Ternyata tidak. Lah, kok bisa? Ya bisa aja, namanya juga manusia berencana hihi. Ternyata setelah ummi renungkan ternyata membuat proyek keluarga itu sebenarnya susah susah gampang ya, apalagi dilakukan bersama dengan anak-anak. Banyak aspek yang harus dipersiapkan dan diperhatikan meski terlihat sepele lho.

1. Fokus pada proses bukan hasil
2. Sederhana
3. Menyenangkan
4. Mudah menantang
5. Memiliki durasi

Dari 5 kriteria di atas, Jelly untuk Om dan Tante Kesayangan Fikriy insyaallah sudah memenuhi semua kriteria yang menurut ummi bisa dilakukan untuk anak 3th 10 bulan. Konsepnya sesuai dengan tema silaturrahim yaitu potluck, sehingga yang akan fikriy bawa adalah dessert atau hidangan pencuci mulut. Namun, pada proses pelaksanaannya, ada beberapa hal yang ternyata bisa memecah konsentrasi dan minat fikriy untuk menyelesaikan jobdesc nya.

1. Mood atau suasana hati, sangat berpengaruh pada saat pelaksanaan proyek kami. Antara mungkin fikriy masih kecapean setelah ikut menemani ummi ke mesjid, lapar karena belum sarapan dengan benar atau lelah menunggu waktu hingga jobdesc nya bisa dikerjakan.
2. Kudapan yang memecah konsentrasi fikriy hari ini bernama coklat. Hihi, mungkin karena lama menunggu akhirnya Fikriy diberi sebuah coklat sedot. Nah, begitu coklat sedot ini diterima, konsentrasi fikriy adalah hanya tertuju pada coklat itu. Lupa dengan tugasnya hihihi.
3. Memaksa anak mengerjakan sebuah jobdesc adalah kesia-siaan belaka. Percayalah, tidak akan ada gunanya untuk memaksa karena anak-anak punya begitu banyak jawaban untuk menghindari melakukan tugasnya ketika konsentrasi nya terpecah.

Akhirnya, hari ini kami mengerjakan proyek perdana dengan lapang dada, dibilang berhasil ya tidak juga, namun dikatakan gagal kok ya tidak. Fikriy masih berperan menyiapkan Jelly, menuang semua bahan ke panci. Namun ketika sudah waktunya mencetak Jelly ke tempatnya,, di sini fikriy tiba-tiba zonk. Akibat fokusnya yang terbelah hihi. Ummi turun tangan untuk menuang ke cetakan yang sudah disiapkan.
Sesampainya di rumah Om dan Tante nya, fikriy terlihat malu-malu menawarkan Jelly rasa anggur yang sudah dimasukkan ke dalam wadah pendingin.

3/24/17

"Jelly untuk Om dan Tante Kesayangan Fikriy" Tantangan Day 1 My Family My Team (Persiapan)

Bismillahirrahmanirrahim,

Besok rencananya insyaallah mau silaturrahim ke rumah omnya anak-anak di Depok. Nah kebetulan di level 3 kali ini, challenge nya adalah bikin proyek keluarga bersama-sama sehingga semua anggota keluarga bisa ikut terlibat. Terus hari ini dan dari kemarin sebenarnya sudah sibuk diskusi dengan Mas Fikriy, mau bawa apa buat oleh-oleh ke rumah om dan tante kesayangannya.

Ummi : "Mas, gimana kalau bikin jelly terus dibawa biar bisa dimakan om koko dan teyu?"

Fikriy : "nanti cetakannya gimana mi, ditinggalin di rumah om koko?"

(dalam hati ummi nyeletuk, alah nak udah kaya ummi aja, mikirin perabot dapur kalau abis masak hihihi). Tapi sebenarnya sering kali ummi dibuat terkagum dengan respon anak-anak yang pertama keluar dari bibir mereka, karena menurut ummi bisa menjadi cerminan karakter seorang anak. Nah, kalau respon Fikriy seperti ini, ummi merasa mungkin salah satu sifatnya dan bisa jadi kekuatannya adalah berpikir detail hihi.

Ummi : "Ga, mas. Nanti jelly nya kalau sudah jadi, ditaruh di plastik atau Tupperware, terus dibawa deh ke rumah om koko dan teyu, gimana?"

Fikriy : "oo ya ya, ummi. Besok kita buat nya yaa"

Nah, diskusi hari pertama alhamdulillah sudah berjalan dengan baik. Mas Fikriy kebagian tugas untuk mempersiapkan bahan dan membuat besok hari ahad.
Bahan yang diperlukan juga semuanya sudah ada di rumah :
1. Nutrijel 1 bungkus
2. Gula pasir putih 2 sendok sayur
3. Air matang 700ml
4. Cetakan jelly

Mudah-mudahan besok pagi sebelum berangkat, bisa selesai semuanya yaa, mas!

3/18/17

Aliran Rasa Melatih Kemandirian Anak Level 2 Bunda Sayang IIP

As Syaikh Muhammad al-Khidr Husain rahimahullah berkata :
"Sesungguhnya jiwa dapat tumbuh dengan pendidikan yang baik sebagaimana tubuh dapat tumbuh dengan gizi yang baik. Pertumbuhan tubuh memiliki batas yang jelas dan tak akan terlewati. Apabila sudah sampai puncak, akan kembali mundur ke belakang. Sementara, pertumbuhan jiwa berkaitan erat dengan kehidupan seseorang. Tidak akan berhenti sampai berhentinya nafas atau meninggalkan madrasah alam nan luas ini."

Bismillahirrahmanirrahim,
Level dua di kelas Bunda Sayang kali ini, ummi dan teman-teman dibimbing untuk fokus dalam topik Melatih Kemandirian Anak dengan cara memilih satu atau lebih skill yang akan dilatih pada anak. Cukup berat jika targetnya adalah anak menjadi langsung mandiri, namun ternyata yang menjadi indikator keberhasilan adalah mempersiapkan dan membantu anak menjadi lebih mandiri, sehingga dalam proses tersebut ummi bisa terjun bersama Fikriy dan Mahira bersama-sama untuk membentuk perlahan karakter mandiri tersebut.

Jiwa yang mandiri itu merupakan proses yang panjang hingga kita manusia bisa mencapainya dan perlu pembiasaan sejak dini. Terlebih kemandirian dalam melakukan sesuatu yang menjadi tanggung jawab. Untuk itulah, sejak awal dimulai, ummi menekankan kembali bahwa tugas dan tanggung jawab ummi kepada Fikriy dan Mahira adalah menunjukkan contoh, berupaya sekuatnya untuk konsisten serta bersabar dalam proses pelatihan ini.

Beberapa kali ummi dibuat terkagum-kagum ketika kemandirian Fikriy merapikan mainan tiba-tiba dilakukan murni dari inisiatifnya sendiri, tanpa ada perintah, yang datang ketika lelah ini terkadang memuncak di tengah hari. Di lain waktu, ummi dibuat heran oleh Mahira yang secara menakjubkan bisa makan sendiri dengan kadar kerapihan yang menurut ummi sudah lebih dari yang diharapkan untuk seusianya, di kala harap ummi mulai pupus menanti kapan kiranya gadis ummi bisa makan dengan sedikit rapi tanpa bantuan ummi.
Terkadang saat ummi menurunkan tuntutan dari lubuk hati terdalam, di saat itulah anak-anak ajaib ini membalikkan semua kepayahan di hati, dalam sekejap menjadi penyemangat ummi untuk terus semangat dalam mendampingi mereka menjadi insan yang mandiri.

Oiya, ummi juga tidak akan lupa, sinar di bola mata fikriy serta geretan tangan mengajak ummi melihat ke ruang keluarga, setelah semua kepingan lego yang berantakan, buku-buku yang sudah dikembalikan lagi ke rak buku, dan dengan penuh senyuman sedikit malu, dia berkata "Ummi, ayo lihat sini, udah Mas rapikan", ucapnya dengan penuh rasa bangga. Setelah itu, biasanya ummi cuman bisa mengucap syukur di dalam hati, sambil mengelus kepala Fikriy dan berterima kasih atas bantuannya yang begitu berarti hari itu untuk ummi. Dan dia pun makin tersipu.
Di lain kali, Mahira yang masih belum sampai dua tahun, menggotong sendiri mangkuk bekas makan nasinya ke bak cuci piring, tanpa diminta kemudian menghampiri seraya berujar dengan patahan kata "dah" (sudah) sambil mengangguk angguk.

Duhai buah hati penyejuk hati ummi, sesungguhnya perjalanan kita masih teramat panjang, tugas ummi pun terasa berat dalam mengemban amanah yang diberikan Allah, tapi insyaallah bersama-sama kita berusaha untuk terus belajar menjadi manusia yang bertaqwa itu. Semuanya dengan pertolongan Allah...

Depok, 18 Maret 2017

3/9/17

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #10

Bismillahirrahmanirrahim,

Di beberapa group WA, berseliweran sebuah artikel yang membahas generasi  serba dilayani (home services) yang tanpa disadari ternyata orang tua turut berperan dalam menciptakannya. Bagaimana bisa? Nah, dijelaskan kalau perilaku orang tua yang serba ingin cepat, tidak mau repot, kurang percaya terhadap kemampuan anaknya inilah yang akhirnya membentuk mental home service generation. Setelah membaca artikel ini, saya berkaca pada diri sendiri apakah termasuk yang berkontribusi dalam menciptakan generasi seperti ini?

Sebagai orang tua yang masih fakir ilmu, banyak sekali referensi yang menyatakan tentang perlunya melatih kebiasaan baik sejak dini. Salah satunya adalah Melatih Kemandirian Anak agar bisa makan sendiri. Nah alhamdulillah di level dua kelas Bunda Sayang IIP, kami sedang membahas tentang Melatih Kemandirian Anak. Klop deh :). Peran orang tua diharapkan mendampingi proses tersebut walaupun hasilnya belum maksimal. Ini yang sulit dipraktikkan karena mendampingi proses itu berarti juga ikhlas dan sabar dalam menerima konsekuensi dalam menjalani proses. Paling kentara adalah ceceran makanan dimana-mana, cucian baju kotor yang terus menumpuk dan kekhawatiran apakah anak sudah cukup kenyang atau belum XD.

Mahira di hari yang ke-10 ummi kasih snack sore Coco crunch dan susu uht plain. Begitu bangun sore, pipis di kamar mandi, terus dikupasin apel buat pengganjal hihihi, terus ummi sodorin Coco crunch sedikit. Dan dilahap dengan caranya sendiri, susunya disendokin dan crunch nya diambil satu satu :)
Semangat yaa, Mahira!

3/7/17

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #9

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #9

Minggu kedua di kelas level 2 Bunda Sayang, ummi ingin menggali potensi kemandirian emosional Fikriy. Diterangkan bahwa "Bekal pokok dari kemandirian emosional adalah pengenalan diri yang diikuti dengan penerimaan diri, kemudian pengendalian diri" .

Menjelang usia 4 tahun, Fikriy sekarang di masa serba ingin tahu, ada saja yang ditanyakan, mengapa begini, mengapa begitu, kemudian juga yang jelas terlihat adalah ke-aku-an nya yang tinggi, paling nyata kalau sedang makan, bermain dengan adiknya. Ini punya Mas, itu punya adik. Kalau adiknya iseng mengambil, sudah pasti pecah teriakan fikriy yang kesal diganggu. Tinggal saya yang kadang sengaja membiarkan bagaimana fikriy menghandle situasi tersebut.
Mengenai emosinya yang terkadang belum bisa dikontrol dengan baik di berbagai suasana, apalagi jika sedang lapar, bosan, mengantuk, kadang ummi juga kehabisan akal mengatasi situasi sulit terlebih di tempat umum.

Sehingga untuk melatih kemandirian emosional ini, maka sumber utama yang mendasar adalah mengenali diri. Sebenarnya apa yang dirasakan sehingga respon yang ummi berikan kepada fikriy bisa lebih tepat. Kemudian, ummi juga ingin mengajarkan tepatnya memperkenalkan tentang akhlak mulia, agar kelak fikriy menjadi seorang muslim yang berakhlak baik kepada siapa saja.

Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal akhlaknya.
Anak harus diajarkan akhlak yang mulia, jujur, berkata baik dan benar, berlaku baik kepada keluarga, saudara, tetangga, juga menyayangi yang lebih kecil serta menghormati yang lebih tua, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlak (berbakti) kepada orang tua.

Sumber: https://almanhaj.or.id/1048-kewajiban-mendidik-anak.html

Pekan lalu, kami menghabiskan waktu di sebuah playground di Depok, sambil menunggu uti dan kung yang ada keperluan. Nah, supaya anak-anak tidak bosan, maka dipilih lah arena bermain playground yang cukup bersih dan rapi di dalam mall. Ada dua playground yang tersedia, namun baru satu yang buka sehingga kami memutuskan untuk masuk ke playground yang buka lebih awal. Fikriy dan mahira sangat menikmati, siapa sih yang tidak suka disuruh bermain melompat, memanjat, main perosotan, mandi bola hihihi. Tak terasa, waktu untuk menjemput kung dan uti sudah tiba, sementara mahira terlihat sudah kecapaian dan fikriy juga demikian. Namun, entah kenapa tiba-tiba fikriy meminta agar kami melewati playground yang satunya (yang belum buka saat kami tiba), dan insting saya mengatakan kalau lewat ke daerah itu mungkin fikriy akan tantrum.

Dan benar saja, fikriy yang biasanya bisa dibujuk dengan cara diberikan pengertian, siang itu tiba-tiba menjadi sangat emosional, memaksa untuk main di playground tersebut, sambil merengek pelan, yang kemudian berubah menjadi tangisan yang histeris. Namun, sudah menjadi prinsip bagi ummi dan ayah, bagaimana pun merengek dan menangis, kami tidak akan mengikuti kemauan anak dengan konsekuensi dilihat oleh pengunjung mall mulai dari depan playground, sampai masuk ke lift, menuju parkiran dan sampai di mobil.
Sampai kami tiba di tempat menjemput kung dan uti pun, fikriy masih menangis mengiba sambil sesekali memukul ummi. Sepanjang jalan menuju ke tempat makan siang, fikriy terus menangis sampai sekitar 1 jam. Akhirnya tertidur sambil sesunggukan.

Sepanjang perjalanan dan menangis itu, kami sampaikan kenapa tadi tidak mengabulkan permintaannya untuk bermain walaupun sepertinya tidak didengarkan. Hanya saja ketika akhirnya tertidur dan sampai di restoran, ummi sengaja menunggu sampai emosi fikriy lebih tenang, sambil meminta maaf karena mungkin fikriy lapar, atau mengantuk yang menyebabkan tantrum. Alhamdulillah, sambil mengobrol ringan, sambil mengiming-imingi kepiting nya udah menunggu hihihi, fikriy akhirnya mau turun dengan mood yang sudah berubah 180 derajat. Tetap semangat ya, Fikriy! You are my sholeh boy.

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #8

Bismillahirrahmanirrahim,

Makan mulai dari makanan yang terdekat.Umar Ibnu Abi Salamah radhiyallahu’anhuma berkata, “Saya dulu adalah seorang bocah kecil yang ada dalam bimbingan (asuhan) Rasulullah shallallahualaihi wa sallam. Tangan saya (kalau makan) menjelajah semua bagian nampan. Maka Rasulullah shallallahualaihi wa salam menegur saya, ‘Wahai bocah bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu.’ Maka demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sumber: https://muslimah.or.id/5532-adab-makan-dan-minum.html

Salah satu upaya kami sebagai orang tua dalam mendidik anak-anak adalah memperhatikan adab makan seperti yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw sebagai tauladan utama yang patut dicontoh oleh setiap muslim. Melatih kemandirian anak adalah satu hal penting, dan menuntunnya sesuai adab yang dicontohkan Rasulullah adalah hal utama lainnya.
Cuplikan artikel di atas bisa menjadi referensi bagi kita sebagai seorang muslim tentang apa apa saja adab  makan yang dicontohkan Nabi Muhammad.

Memasuki hari ke delapan Mahira, putri ummi masih semangat dan makin terlihat suka dengan aktivitas makan sendiri, soalnya mungkin karena dibiarkan jadi bebas mengacak-acak makanan ya hihi. Apakah masih berantakan? Iya donk, masih berceceran apalagi kalau nasi nya pakai lauk kering, bisa dipastikan bekas nasi yang jatuh jadi lengket. Tapi tidak masalah, nanti ummi pel lagi #semangat.

3/5/17

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #7

Bismillahirrahmanirrahim,

Kali ini ummi mau sharing lagi 10 Days challenge dalam One Week One Skill, Melatih Kemandirian dasar untuk Mahira 19m dengan Skill makan sendiri. Sebenarnya ummi juga terinspirasi dari Mahira sendiri yang terlihat lebih mandiri, mau mencoba melakukan sesuatu dengan upayanya sendiri. Dan kalau dilarang lucu deh ekspresinya, pakai acara ngambek hihi.

Nah, hari sabtu kemarin ayah menyiapkan mie godog untuk sarapan satu rumah. Fikriy dan Mahira seperti biasa disiapkan bagian masing-masing supaya bisa makan sendiri-sendiri. Kalau masnya makan dengan mangkuk kaca yang agak besar, Mahira menggunakan mangkuk plastik yang lebih kecil dengan garpu plastik. Tak lupa ummi sematkan celemek kecil buat Mahira, soalnya kan udah mandi jadi biar ga terlalu berantakan kena cipratan kuah nie godog haha. Terus alas duduknya sekalian ummi pasang Handuk kotor yang akan dicuci, maklum lantainya baru dipel, haha.

Untuk kenang-kenangan, ummi juga sempatkan video saat Mahira makan mie. Oiya, kalau di restoran, anak-anak juga pelan-pelan diajarkan untuk makan sendiri, jadi semua bisa makan bersama. Berantakan ga? Sudah pasti hihihi, tapi seiring waktu, berantakannya menjadi lebih sedikit. Nanti kalau sedikit yang masuk gimana? Makanannya yang ada malah dibuang? Gapapa kok, nanti biasanya kalau udah terlihat bosan dengan makanan, segera diambil supaya tidak mubazir. Sesampainya di rumah, biasanya kalau masih lapar, baru ummi tawarkan makanan ringan atau sekalian makan berat.

Tetap semangat, Mahira!

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #6

Bismillahirrahmanirrahim,

Minggu kedua di kelas level 2 Bunda Sayang, ummi ingin menggali potensi kemandirian emosional Fikriy. Diterangkan bahwa "Bekal pokok dari kemandirian emosional adalah pengenalan diri yang diikuti dengan penerimaan diri, kemudian pengendalian diri" .

Memasuki usia hampir 4 tahun, proses kemandirian emosional Fikriy seperti anak-anak lainnya terus berkembang. Hal yang paling kentara adalah munculnya jiwa serta keinginan yang kuat jika menginginkan sesuatu. Ketika sudah mupeng banget inilah proses melatih kemandirian emosional menjadi wadah belajar bagi kami orang tuanya maupun fikriy sendiri. Ummi ingin sharing sedikit tentang pengalaman hari ini yang mudah-mudahan bisa menjadi catatan pembelajaran untuk ke depan agar lebih memacu semangat kami orang tuanya untuk mengasah kemandirian emosional putra putri kami.

Hari ini sangat spesial karena uti dan kung - nya fikriy berkunjung ke rumah dari bandung karena ada keperluan yang harus dilakukan di depok. Sejak sebelum tiba rumah, kami sudah sounding ke anak-anak bahwa uti dan kung akan datang dan akan diantarkan ke daerah Cinere pada hari ahad pagi. Anak-anak cukup kooperatif saat diminta untuk bersiap-siap, apalagi si adik yang masih kecil dan belum bisa menolak saat saya mandikan pagi-pagi hihihi.

Nah, ketika semua sudah mandi dan berpakaian rapi, tinggal fikriy saja yang belum bersiap. Duh padahal acara uti dan kung akan dimulai pukul 8.30 di daerah yang berjarak sekitar belasan kilo dari rumah kami. Biasanya urusan mandi, bukan hal yang payah untuk fikriy, tidak perlu pakai dibujuk. Cuman hari ini, rada spesial karena saat ummi mengajak fikriy mandi, hanya dijawab dengan gelengan kepala dan jawaban tidak mau dari mulut fikriy. Memaksanya mandi dengan nada yang lebih tinggi hanya akan sia sia, karena sudah pasti fikriy tidak akan  mau dan mungkin akan menangis lebih kencang dan akibatnya merusak mood yang mungkin akan memperburuk suasana.
Tak lama, melihat fikriy yang masih enggan juga mandi, ummi mengambil akal lain, yaitu segera bersiap dengan memakai baju serta gamis yang rapi. Alhamdulillah cara ini cukup berhasil, yang tadinya fikriy tidak mau mandi, akhirnya menjawab kalau dia ingin mandi dengan air hangat. Padahal ini anak sangat jarang mandi dengan air hangat, lho. Duh, ada aja ya ujian kesabaran yang menimpa ummi hihi. Tapi akhirnya ummi ikuti dengan segera memasak air di ceret air.
Ketika air panas sudah siap, segera ummi bawa ke kamar mandi agar fikriy mau bersiap mandi. Namun ternyata, tidak semudah itu mengajaknya bersiap. Ia lantas menjawab kalau dia mau sarapan dan makan coco crunch nya dulu. Duh rasanya pengen ngomel tapi ummi menahan diri agar tidak terlepas dari mulut ummi. Akhirnya ummi buatin dulu sarapan instan nya, dengan janji setelah habis, langsung mandi dan bersiap. Saat fikriy makan itulah, saya segera berkemas dengan sigap.

Ternyata benar, fikriy memenuhi janjinya untuk mandi setelah ia memperlihatkan mangkuk yang bersih. Proses bersiap menjadi lebih mudah, karena fikriy merasa dia didengar. Ummi pun belajar beberapa hal dari kasus pagi ini. Pertama, ada kebutuhan anak yang merasa ingin didengar walaupun terkesan  sepele. Kedua,mengajarkan anak untuk menerima konsekuensi yang sudah dipilih. Kami pun bersegera berkemas dan berangkat dengan senang, alhamdulillah 😊

Walaupun sudah berulang kali berkata pada diri untuk selalu sabar, terkadang praktiknya memang membutuhkan stok sabar yang luar biasa ya. Anak-anak mengingatkan dan membuat hati ummi malu, berkali-kali, karena seringnya hal-hal remeh menjadikan ummi ga sabar dan marah. Tetap semangat dan semangat untuk terus berbuat yang terbaik dalam melatih kemandirian anak-anak!

Ini cerita kami melatih kemandirian emosional :)

  

3/3/17

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #5

Bismillahirrahmanirrahim,

Dari Abdullah bin Amr bin Al-ash -RadhiAllohu anhu- , ia berkata, Rasullulloh-Shalallohu Alaihi Wasalam- bersabda kepadaku, “Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dia dahulu bangun ditengah malam tetapi kemudian meninggalkan qiyamullail ( Shalat tahajjud )!”. ” (Mutaffaq Alaih)   Imam An-Nawawi-Rahimahullah- mengatakan, jika manusia biasa melakukan kebaikan, maka ia harus terus dan kontinyu melakukannya.

Sambil menulis ini, ummi sambil mengucapkan istighfar, meminta ampun kepada Allah Ta'ala karena masih lemahnya iman dalam melakukan sesuatu kebaikan dan kebiasan-kebiasan baik sebagai seorang muslimah.

Dalam 10 days Challenge level 2 tentang melatih Kemandirian ini, sebenarnya ummi lah yang banyak merasa kurang dan perlu belajar dari seorang anak kecil tentang arti konsistensi. Soalnya dari merekalah ummi banyak belajar tentang amal baik yang tidak meminta pamrih, dan menjalankan kebiasaan itu sepenuh hati.

Hari kelima kali ini, ummi ingin menggarisbawahi proses yang berlangsung pada fikriy dan mahira dalam melatih skill kemandiriannya masing-masing.

Fikriy hari ini mengeluarkan mainan Hot wheels yang ternyata setelah dikumpulkan, jumlahnya menjadi cukup banyak. Dan dia mengeluarkan papan jalan raya yang dulu ummi buatkan dari sisa fiber plastic dari tukang pagar. Nah, mainan tersebut setelah hampir sore tidak tampak tanda-tanya akan dibereskan oleh fikriy. Tapi ummi menahan diri, kali ini untuk tidak menanyakan apakah mainan nya sudah selesai dan akan dibereskan. Sampai hampir maghrib, barulah fikriy merasa sudah selesai dan akhirnya merapikan sendiri semua Hot wheels nya dan papan jalan raya ke tempatnya.
Di titik ini, ummi merasa terharu dengan inisiatif fikriy.
Saat fikriy merapikan mainannya, sempat ummi videoin juga sebagai Portfolio nanti.

Bagaimana dengan cerita mahira hari ini? Tadi pagi sarapannya dengan telor ceplok andalan hihihi. Nah karena ummi agak repot membereskan halaman depan, Mahira ummi biarkan makan sendiri dengan telor yang sudah dipotong kecil kecil supaya mudah diambil. Alhamdulillah mahira makan secukupnya sendiri dan sebelum dibuang buang, sisa nasi dan telurnya, buru-buru ummi beresin deh hihi.

Mudah-mudahan besok dan seterusnya, akan banyak kisah seru di One Week One Skill yaaah, kiddos! *wink wink*

3/2/17

Tantangan 10 Hari Kemandirian One Week One Skill Day #4

Bismillahirrahmanirrahim,

Masih semangat di materi kedua kelas Bunsay tentang Melatih Kemandirian Anak, kadang-kadang ada masa seru melihat fikriy dan mahira kayaknya sudah mulai terbiasa, namun kadang-kadang rasanya agak sedih ketika mereka tidak benar-benar atau belum bisa sepenuhnya mandiri. Mungkin ini rasanya menuntut secara sepihak ya, hihi. Umminya ingin semua tentang kemandirian bisa dilewati secara linear tapi akhirnya ketika anak-anak sudah tidur, saya merenung betapa mereka sudah menunjukkan usaha terbaiknya walaupun  hasil terkadang bercerita lain.

Di hari keempat, Fikriy boleh dikatakan cukup sukses dalam skill merapikan mainan dan buku yang sudah digunakan. Inisiatifnya kalau bangun tidur pagi, langsung melihat ke kotak mainan masak-masakan adiknya, dan menawarkan untuk mengeluarkan kesemua isi mainan yang terdiri dari aneka miniatur peralatan makan dan memasak. Tak lama saat akan mandi atau kelihatan mainan tersebut tidak disentuh adiknya, dia akan segera merapikan mainan tersebut. Hihi, lucu deh kalau melihat ekspresinya yang menirukan gaya bicara saya kepadanya, "adek, mau main masak-masakan? Iya?", tanyanya berulang kali kepada si adik.

Nah, pas kebetulan saya sempat mengabadikan dalam video momen saat fikriy merapikan kembali mainan adiknya, tanpa diminta. Alhamdulillah, mudah-mudahan kebiasaan baik ini bisa dapat terus berlanjut sampai besar nanti ya, aamiin.

Bagaimana dengan Mahira? Si gadis cilik ummi ini, masih on dan off. Kalau menunya selain nasi, kemandiriannya dalam hal makan sendiri, insyaallah teruji. Tapi kalau menu makan nasi dan kering tanpa kuah, masih pelan-pelan diajarkan supaya lebih mandiri. Di hari keempat, dengan menu Beef stew yang karbohidrat nya adalah kentang, alhamdulillah mahira mau makan sendiri sebentar, kemudian saya lanjutkan dengan menyuapinya. Besok dengan  lauk berbeda, saya coba buat bola-bola nasi aja kali ya hihi.

Ini cerita Melatih Kemandirian Anak One Week One Skill kami hari ini!

3/1/17

Membangun dan Mendidik Kemandirian pada Anak

🍯🧀Cemilan Rabu #1🧀🍯

Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak

*Membangun dan Mendidik Kemandirian pada Anak*

Membangun dan mendidik kemandirian anak bukanlah pekerjaan yang mudah, terutama melatih anak mandiri ketika masih di usia dini. Secara alamiah anak sebenarnya cenderung untuk belajar memiliki kemandirian "Yes, I can!" Kata-kata ajaib ini merupakan sinyal dari kesadaran seorang anak terhadap diri dan kemampuannya sendiri untuk menentukan dirinya.

Orang tua yang bijaksana memanfaatkan keinginan akan kemandirian ini dengan membiarkan anak-anak mereka mempraktikkan keterampilan mereka yang baru muncul sesering mungkin pada lingkungan yang aman atau ramah anak. Dukungan orang tua yang seperti ini memang sangat dibutuhkan anak agar dapat melakukan berbagai hal secara mandiri, termasuk aktivitas yang masih relatif sulit.

Namun realita yang ada, orang tua terkadang merasa tidak tega, tidak bersabar, khawatir yang lahir karena bentuk rasa sayang yang berlebihan kepada anak.  Inilah salah satu penyebab dari kegagalan anak dalam proses kemandiriannya. Oleh karena itu, orang tua perlu memperbaiki sikap mental agar tidak mudah khawatir dengan anak.

Faktor lingkungan juga terkadang ikut andil dalam kegagalan proses kemandirian anak. Dorongan negatif dari lingkungan sekitar yang terkadang menganggap apa yang orang tua lakukan untuk melatih kemandirian anaknya sebagai bentuk eksploitasi. Padahal yang paling terpenting dan utama dalam membangun dan mendidik kemandirian anak adalah ketika anak merasa senang dalam melakukan aktivitas kemandiriannya tanpa ada rasa takut ataupun karena ada rasa tekanan dari luar.

Perlu diketahui bahwa kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika pengertian mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan perkembangan usianya.

Adapun jenis kemandirian anak yang perlu dibangun adalah sebagai berikut:

*1. Kemandirian dalam Keterampilan Hidup*

Prinsip pokok menumbuhkan kemandirian dalam keterampilan hidup adalah memberi kesempatan, bukan melatih. Anak secara alamiah memang cenderung berusaha belajar melakukan berbagai keterampilan hidup sehari-hari secara mandiri, semisal makan, mengenakan baju sendiri, mandiri sendiri, dsb.

Jika kita mengizinkan anak melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari tersebut secara mandiri, lambat laun akan terampil. Yang kita perlukan hanyalah kesediaan mendampingi sehingga anak tidak melakukan terlalu banyak kesalahan, meskipun kita tetap harus menyadari bahwa untuk mencapai keterampilan perlu latihan yang banyak dengan berbagai kesalahannya.

Kemandirian itu akan lebih meningkat kualitasnya jika orangtua secara sengaja memberi rangsangan kepada anak berupa tantangan untuk mengerjakan yang lebih rumit dan sulit. Ini bukan saja melatih kemandirian dalam urusan keterampilan hidup sehari-hari, melainkan juga menumbuhkan kemandirian secara emosional.

*2. Kemandirian Psikososial*

Bertengkar itu tidak baik. Tetapi menghentikan pertengkaran begitu saja, menjadikan anak kehilangan kesempatan untuk belajar menyelesaikan konflik. Kita memang harus menengahi dan adakalanya menghentikan. Tetapi kita juga harus membantu anak menggali masalahnya, merunut sebabnya dan menawarkan jalan keluar kepada anak, baik dengan menunjukkan berbagai alternatif tindakan yang dapat diambil maupun menanyakan kepada anak tentang apa saja yang lebih baik untuk dilakukan.

Apa yang terjadi jika kita bertindak keras terhadap berbagai konflik yang terjadi antar anak? Banyak hal,  salah satunya anak tidak berani mengambil sikap yang berbeda dengan teman-temannya, meskipun dia tahu bahwa sikap itulah yang seharusnya dia ambil. Padahal kita seharusnya menanamkan pada diri anak sikap untuk mendahulukan prinsip daripada harmoni. Rukun itu penting, tapi hidup dengan berpegang pada prinsip yang benar itu jauh lebih penting. Kita tanamkan kepada mereka _principles over harmony_ , melakukan hal-hal yang benar semata-mata karena prinsip. Bukan karena ada orang lain yang memaksa anak melakukannya.

Lalu apakah yang harus kita lakukan jika anak sedang bertengkar? Apakah kita biarkan mereka? Tidak. Kita tidak boleh membiarkan. Kita harus menangani. Membiarkan anak bertengkar dengan keyakinan mereka akan mampu menyelesaikan sendiri dapat memicu terjadi situasi submisif, yakni siapa kuat dia yang menang. Dan inilah yang sedang terjadi di negeri kita. Bahkan urusan antre pun, siapa yang kuat dia yang duluan. Dampaknya akan sangat luas dan bisa menakutkan.

Kita juga dapat melatih kemandirian psikososial anak secara lebih luas. Melatih _toilet trainee_ beserta adab-adabnya. Melatihnya bagaimana adab ketika bertamu atau menerima tamu, adab berbicara kepada yang lebih tua atau yang lebih muda, dan lain sebagainya.

*3. Kemandirian Belajar*

Inilah proses serius kita hari ini. Banyak sekolah yang bersibuk mengajari anak agar terampil membaca, menulis semenjak usia dini, tapi lupa bahwa yang paling mendasar adalah sikap positif, kemauan yang kuat, dorongan dan kebanggaan akan kegiatan tersebut.

Jika anak memiliki kemauan yang kuat untuk belajar disertai keyakinan (bukan hanya paham) bahwa belajar itu penting, maka kita dapat berharap anak akan cenderung menjadi pembelajar mandiri saat mereka memasuki usia 10 tahun. Sebaliknya jika kita hanya mengajari mereka berbagai kecakapan belajar semisal membaca, menulis, dan berhitung di usia dini, mungkin awalnya mereka menggebu-gebu untuk mempelajari semua itu, namun di usia 10 tahun justru menjadi titik balik berupa kejenuhan serta keengganan belajar.

*4. Kemandirian Emosional*

Bekal pokok dari kemandirian emosional adalah pengenalan diri yang diikuti dengan penerimaan diri, kemudian pengendalian diri. Ini memerlukan peran orangtua dalam mengajak anak untuk mengenali kelebihan-kelebihan, kekurangan, kemampuan dan kelemahannya sendiri. Pada saat yang sama orangtua menunjukkan penerimaan terhadap kekurangan maupun kelemahan anak, tetapi bukan berarti membiarkan anak melemahkan dirinya sendiri. Malas dan enggan mengatasi masalah merupakan bentuk sikap melemahkan diri sendiri. Orangtua perlu menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka tak patut merendahkan orang lain, tak pantas pula meninggikan diri. Lebih-lebih untuk sesuatu yang diperoleh tanpa melakukan usaha apa pun alias sepenuhnya merupakan pemberian semenjak lahir.

Yang juga penting untuk dilakukan adalah mendampingi anak mengenali kebutuhannya. Balita pun tak perlu rewel jika ia telah dapat mengenali kebutuhannya untuk istirahat. Perlu juga mendampingi mereka untuk belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan perlu dipenuhi, meski tak serta-merta. Sedangkan keinginan, adakalanya dapat dituruti, tetapi tetap perlu belajar menahan diri. Semua ini ditumbuhkan bersamaan dengan menguatkan dorongan sekaligus kemampuan bertanggung-jawab, termasuk berkait dengan konsekuensi atas berbagai tindakan mereka.

Salam Ibu Profesional,

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

📚Sumber bacaan :

Muhammad Fauzil Adhim, Anak Perlu Belajar Mandiri, Majalah Hidayatullah edisi November 2014.

Ciri Anak Mandiri dan Tahapan Perkembangan Kemandirian, www.AlMaghribiCendekia.com, 2015

William Sears, M.D., Anak Cerdas: Peranan Orang Tua dalam Mewujudkannya, Emerald Publishing, Jakarta 2004

Kemandirian Anak dan Adversity Quotient

🍶🍫🍮Cemilan Rabu #2🍮🍫🍶

Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak

*Kemandirian Anak dan _Adversity Quotient_*

Berbagai rutinitas harian anak, seringkali menantang dan menghadapkan kita pada pilihan apakah akan 'membantunya' atau 'melatihnya melakukan sendiri'. Sebut saja, misalnya: makan, memakai sepatu, mandi, membereskan mainan, dan lain-lain.

Dengan alasan 'sudah terlambat', seringkali kita pada akhirnya 'membantu' menyuapi si tiga tahun. Tak jarang juga, kita bantu pasangkan sepatu si dua tahun, hanya karena tak sabar melihatnya berproses memakai sepatunya. Lalu bagaimana dengan si 10 tahun yang akan berangkat sekolah? Dengan alasan yg kurang lebih sama, kita sibuk menyiapkan seragam dan berbagai kebutuhan sekolahnya.

Padahal, yang kita cita-citakan bersama tentulah mempersiapkan calon ibu yang tangguh, serta calon ayah yang penuh tanggung jawab bukan? Dan kemandirian sejak dini adalah kunci awalnya.

Maka, bila anak-anak kita yang masih berusia 0-1 tahun masih sepenuhnya bergantung pada orang lain di sekitarnya, seiring dengan pertumbuhannya, sepatutnya kita melatih juga kemandirian anak. Misal: anak usia 3 tahun sewajarnya bila sudah tidak disuapi lagi, dan anak usia 4 tahun sepatutnya sudah bisa membersihkan tubuhnya sendiri.

Adalah _Adversity Quotient_ yang menggambarkan pola seseorang dalam mengolah tanggapan atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan. Menurut Paul G. Stoltz, _Adversity Quotient_ merupakan kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

_Adversity Quotient_ memiliki  tiga tingkatan dengan terminologi pendaki gunung.

*1.AQ rendah*
Mereka cenderung mudah menyerah dan tidak berdaya. Mudah menyalahkan orang lain tanpa memperbaiki situasi. Kesulitan yang dihadapi mempengaruhi semua aspek hidupnya sehingga selalu merasa dikelilingi kesulitan.  Seringkali menolak kesempatan yang diberikan. Mereka diidentikkan sebagai orang yang terhenti ( _quitter_)

*2.AQ sedang*
Memiliki banyak perhitungan. Mereka mampu memandang kesulitan sebagai sesuatu yang sementara dan cepat berlalu, tetapi ketika kesulitan itu semakin menumpuk, maka akan membuat putus harapan dan memandang kesulitan tersebut akan berlangsung lama dan menetap.

Seringkali sudah melakukan sedikit lalu berhenti di tengah jalan. Mereka mau mendaki meskipun akan berhenti di pos tertentu dan merasa cukup sampai disitu ( _camper_)

*3.AQ tinggi*
Inilah pembelajar seumur hidup. Mereka mempu untuk mengendalikan setiap kesulitan. Kesulitan yang muncul pada satu aspek kehidupan tidak meluas pada aspek yang lain. Mereka memandang kesulitan yang ada bersifat sementara dan cepat berlalu. Mampu memandang apa yang ada di balik tantangan tanpa memikirkan suatu hal sebagai hambatan. Mereka membuktikan diri untuk terus mendaki ( _climber_)

Pandu anak-anak supaya terbentuk AQ yang tinggi. Bukankah ini penting bagi mereka dalam menghadapi tantangan sehari-hari? Supaya mereka bisa melewati tantangan hidup. Menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana hingga yang sulit dapat mereka lakukan dengan penuh percaya diri. 

Salam Ibu Profesional,

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

📚Bahan Inspirasi :
Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. PT. Grasindo