Showing posts with label institut ibu Profesional. Show all posts
Showing posts with label institut ibu Profesional. Show all posts

4/4/17

"Mie Godog Spesial Buatan Ayah" Tantangan Day 8 My Family My Team

Bismillahirrahmanirrahim,

Seharusnya, hari ini jadual proyek keluarga kami adalah membuat kue Muffin bersama, selain bahan yang sudah lebih lengkap (pisang tanduk tapi pagi sudah dibeli di tukang sayur), hasil percobaan kue semalam membuat ummi cukup optimis. Namun qadarullah , sepertinya Fikriy belum fit sempurna dari kemarin, sampai malam menjelang kepulangan Ayah ketika ditanya kapan mau membuat adonan kue Muffin, fikriy hanya menggeleng dan menjawab nanti bikin kuenya.

Jadilah akhirnya ketika ayah pulang dari kantor, setelah minum air putih segelas besar yang ummi siapkan di meja, langsung ummi tanyakan, mau buat apa lauk makan malam ini. Pilihannya ada ikan Bandeng atau mie godog? Alhamdulillah ayah menjawab mie godog, hihi. Artinya apa? Artinya, ayah yang akan masak untuk kami semua. Hihi, sambil ummi melepas celemek deh. Alhamdulillah, ayah adalah tipikal suami yang super sabar bahkan ketika makanan belum jadi. Apalagi lebih sering, ayah yang memasak jika menunya mie godog. Komentar ayah, jika dimasak olehnya, rasanya pasti sedap hihihi. Ummi sih malah seneng karena artinya kami semua akan duduk manis, selama ayah masak hingga dibagikan di piring - piring kami. Jadi proyek bersama hari ini diwakili oleh ayah sebagai pemeran utama, ummi sebagai asisten membantu menyiapkan semua bahan, fikriy yang masih belum fit dan Dede sebagai tukang icip hihi.

Persiapannya cukup singkat, bahan yang diperlukan adalah
- mie telor 3 ayam, 1 bungkus
- kaldu (karena stok habis, diganti ayah kaldu bubuk organik)
- telor bebek 2 butir
- bawang merah
- bawang putih
- Kemiri
- daun bawang
- tomat merah potong 4
- seafood bakso
- garam
- merica

Tak lama kami menunggu, ayah beraksi di dapur dengan semangat, dan setelah selesai, akhirnya semua dengan rapi duduk beserta piring masing-masing. Alhamdulillah, malam ini semua kenyang dengan menu spesial dari ayah untuk kami. Makasih banyak yaaa ayah :)

3/30/17

"Prepare Our Rice for Dinner" Tantangan Day 5 My Family My Team (evaluasi)

Bismillahirrahmanirrahim,

Semalam setelah proyek masak nasi untuk makan malam selesai dilakukan Fikriy, reaksi pertama begitu indikator cook selesai, buru-buru minta lihat ke dalam isi rice cooker. Penasaran seperti apa bentuknya. Nah karena beras mentah diambil sendiri, kemudian dicuci, dimasukkan dan ditambahkan air oleh Fikriy, begitu melihat hasil beras menjadi putih dan gendut, dia cuman bisa komentar, "Ummi, kenapa berasnya jadi gemuk?" hihihi. Sorenya kami makan nasi bersama dengan dede, sambil saya apresiasi di depan fikriy dan Dede, ini berasnya Mas lho yang masak tadi. Dan langsung lucu deh ekspresinya Fikriy kalau dipuji begitu, tersenyum malu-malu simpul.

Kemudian pagi ini, air sisa beras yang selalu saya tampung untuk menyiram bunga, dipakai lagi oleh Fikriy untuk menyemprot anggrek dan tanaman lainnya. Semuanya bermanfaat insyaallah ya :)

Setiap hari sekarang jadi selalu muncul pertanyaan, ummi hari ini kita ngapain lagi? Serunya kalau bikin proyek proyek keluarga yang melibatkan semua anggota keluarga. Belum punya ide? Jangan khawatir, coba ditanyakan kepada anak-anak kita, biasanya mereka punya banyak ide yang kadang tak terpikirkan oleh kita :)

3/1/17

Kemandirian Anak dan Adversity Quotient

🍶🍫🍮Cemilan Rabu #2🍮🍫🍶

Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak

*Kemandirian Anak dan _Adversity Quotient_*

Berbagai rutinitas harian anak, seringkali menantang dan menghadapkan kita pada pilihan apakah akan 'membantunya' atau 'melatihnya melakukan sendiri'. Sebut saja, misalnya: makan, memakai sepatu, mandi, membereskan mainan, dan lain-lain.

Dengan alasan 'sudah terlambat', seringkali kita pada akhirnya 'membantu' menyuapi si tiga tahun. Tak jarang juga, kita bantu pasangkan sepatu si dua tahun, hanya karena tak sabar melihatnya berproses memakai sepatunya. Lalu bagaimana dengan si 10 tahun yang akan berangkat sekolah? Dengan alasan yg kurang lebih sama, kita sibuk menyiapkan seragam dan berbagai kebutuhan sekolahnya.

Padahal, yang kita cita-citakan bersama tentulah mempersiapkan calon ibu yang tangguh, serta calon ayah yang penuh tanggung jawab bukan? Dan kemandirian sejak dini adalah kunci awalnya.

Maka, bila anak-anak kita yang masih berusia 0-1 tahun masih sepenuhnya bergantung pada orang lain di sekitarnya, seiring dengan pertumbuhannya, sepatutnya kita melatih juga kemandirian anak. Misal: anak usia 3 tahun sewajarnya bila sudah tidak disuapi lagi, dan anak usia 4 tahun sepatutnya sudah bisa membersihkan tubuhnya sendiri.

Adalah _Adversity Quotient_ yang menggambarkan pola seseorang dalam mengolah tanggapan atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan. Menurut Paul G. Stoltz, _Adversity Quotient_ merupakan kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

_Adversity Quotient_ memiliki  tiga tingkatan dengan terminologi pendaki gunung.

*1.AQ rendah*
Mereka cenderung mudah menyerah dan tidak berdaya. Mudah menyalahkan orang lain tanpa memperbaiki situasi. Kesulitan yang dihadapi mempengaruhi semua aspek hidupnya sehingga selalu merasa dikelilingi kesulitan.  Seringkali menolak kesempatan yang diberikan. Mereka diidentikkan sebagai orang yang terhenti ( _quitter_)

*2.AQ sedang*
Memiliki banyak perhitungan. Mereka mampu memandang kesulitan sebagai sesuatu yang sementara dan cepat berlalu, tetapi ketika kesulitan itu semakin menumpuk, maka akan membuat putus harapan dan memandang kesulitan tersebut akan berlangsung lama dan menetap.

Seringkali sudah melakukan sedikit lalu berhenti di tengah jalan. Mereka mau mendaki meskipun akan berhenti di pos tertentu dan merasa cukup sampai disitu ( _camper_)

*3.AQ tinggi*
Inilah pembelajar seumur hidup. Mereka mempu untuk mengendalikan setiap kesulitan. Kesulitan yang muncul pada satu aspek kehidupan tidak meluas pada aspek yang lain. Mereka memandang kesulitan yang ada bersifat sementara dan cepat berlalu. Mampu memandang apa yang ada di balik tantangan tanpa memikirkan suatu hal sebagai hambatan. Mereka membuktikan diri untuk terus mendaki ( _climber_)

Pandu anak-anak supaya terbentuk AQ yang tinggi. Bukankah ini penting bagi mereka dalam menghadapi tantangan sehari-hari? Supaya mereka bisa melewati tantangan hidup. Menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana hingga yang sulit dapat mereka lakukan dengan penuh percaya diri. 

Salam Ibu Profesional,

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

📚Bahan Inspirasi :
Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. PT. Grasindo